Awalnya biasa
saja.
Sabtu pagi, 22 Juni 2013, aku coba
melangkahkan kakiku dan membawa tubuh ini menuju GOR Jatidiri. Kusiapkan tenagaku
untuk menyiapkan acara hari itu, INFEST 2013. Kulihat disana banyak pula
panitia yang mondar-mandir untuk menyambut seseorang. Oh, bukan seseorang. Tetapi
banyak orang. Dan salah satu di antaranya ialah RAN.
Oke, siapa sih
yang tidak mengetahui RAN? Hampir semua orang di Negara ini mengetahuinya. Begitu juga
dengan aku. Aku mengetahuinya, memang. Namun tidak mengaguminya. Sehingga aku
tidak pernah mengikuti perkembangan RAN, termasuk lagu-lagunya. Mungkin hanya
beberapa lagu dalam album pertama dan keduanya yang aku tau.
Tidak terasa,
malam pun tiba. Sekitar pukul Sembilan malam, beberapa panitia, termasuk aku,
mulai memasuki GOR dan mengikuti jalannya acara INFEST. Aku dan teman-temanku
mulai maju ke baris depan saat Billy Beatbox bermain. Seusainya Billy, kedua MC
menaiki panggung, bercakap-cakap ini itu, dan meminta kami para penonton untuk
memanggil RAN. Ha, bayangkan saja bagaimana ekspresiku saat yang lain--kanan,
kiri, depan, belakangku—memanggil RAN dengan bahagianya. Ya, aku hanya berdiri dengan
ekpresi datar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Hingga akhirnya kedua MC
turun, dan para additional player RAN sudah siap di masing-masing alat
musiknya. Jujur, sampai saat itu, aku masih tidak bersemangat, dan ingin keluar
dari kerumunan.
Tetapi detik itu
pun tiba. Detik yang membuatku tersenyum, penuh arti. Detik dimana kulihat seseorang menaiki
panggung. Detik dimana untuk pertama kali kulihat dia secara langsung. Detik dimana
salah satu personil RAN muncul, dan mengambil gitarnya. Detik saat aku melihat
Asta. Astono Andoko.
Kupandangi dia. Tak
sekedip pun aku melepaskan pandanganku padanya. Bahkan ketika kedua personil,
Rayi dan Nino, menaiki panggung, aku tetap meneguhkan hatiku untuk terus
memandangi Asta. Tampan. Manis. Menyejukkan.
Lagu per lagu
mulai dinyanyikan oleh RAN. Para penonton di sekekelingku tampaknya hafal akan
semua lagu RAN. Dengan asyiknya, mereka mengikuti RAN bernyanyi, sambil
sesekali kudengar teriakan-teriakan “Nino!!”, atau “Rayi!!”. Namun tak ada yang selalu berteriak, “Astaaa!!!”, selain aku.
Tetapi sedih
mulai terpancar dari mukaku. Karena jarak ku dengannya terlalu jauh. Memang,
aku berdiri di barisan kedua. Tetapi aku berdiri di bagian Utara, sedangkan
Asta berada di Selatan. Sehingga Asta tidak pernah menengok, atau bahkan
mendengarku saat kupanggil dia berkali-kali. Sungguh berbeda dengan dua
perempuan yang berdiri tepat di depanku. Yang selalu berhasil memanggil
idolanya –Rayi dan Nino-, dengan usahanya menulis “Nino Cium!!”, “Nino Love U”,
dan lain-lain pada ipadnya.
Aku berandai. Andai
aku ada di sayap Selatan, mungkin Asta bisa mendengarku. Bisa mendengarku
bernyanyi, “Kurasa ku tlah jatuh cinta, pada pandangan yang pertama, sulit
bagiku untuk bisa berhenti mengagumi Kak Asta”.
Dan per-tanggal
22 Juni 2013 malam, aku pun akhirnya menjadi RANers. Atau lebih tepatnya
pengagum Asta, Astono Andoko.
Akan kucoba mengenalmu --serta RAN-- mulai dari sekarang. Dan kuharap kau juga mulai mengenalku :)
Haha, mungkin tulisan ini memang berlebihan atau lebay. Tetapi itulah memang adanya ungkapan perasaanku setelah melihat Asta, hehe. Bahkan sebenarnya, feeling tersebut tidak dapat terluapkan semua hanya dalam secungkil tulisan ini.
Akan kucoba mengenalmu --serta RAN-- mulai dari sekarang. Dan kuharap kau juga mulai mengenalku :)
Haha, mungkin tulisan ini memang berlebihan atau lebay. Tetapi itulah memang adanya ungkapan perasaanku setelah melihat Asta, hehe. Bahkan sebenarnya, feeling tersebut tidak dapat terluapkan semua hanya dalam secungkil tulisan ini.
Thanks for the sixty minutes :)
Awalnya biasa saja. Menjadi luar biasa.
Semarang,
23 Juni 2013