Kubuka
mata. Kulihat banyak orang. Dengan gerakan cepat di bibirnya. Namun aku tak
mengerti artinya. Apa yang mereka lakukan dengan gerakan bibir itu? Sebenarnya,
untuk apa mereka menggerakan bibir tersebut? Sepertinya hanya aku yang tak
mengerti.
Duniaku
ini terasa nyaman. Begitu nyaman. Hening. Sunyi. Hingga membuatku serasa tak
ada beban. Berbeda dengan mereka. Kerutan kening tak jarang terlihat di wajah
mereka. Aku pun menghampiri cermin, dan bertanya-tanya, mengapa aku tidak
mempunyai kerutan kening seperti mereka. Apa arti kerutan kening tersebut?
Sepertinya hanya aku yang tak mengerti.
Kupejamkan
mata. Dan kubuka kembali. Kulihat mereka lagi. Dengan mulutnya yang terbuka
lebar. Sangat lebar. Hingga aku dapat melihat semua giginya. Jika aku dapat
memisalkan, wajah mereka seperti matahari cerah di pagi hari. Aku suka. Aku pun
beranjak menuju cermin. Kucoba untuk membuka mulutku lebar-lebar. Ya, aku jadi
terlihat seperti mereka. Gigi-gigiku pun dapat terlihat dengan jelasnya. Namun
dalam hatiku bertanya, untuk apa kubuka lebar-lebar mulut ini. Tak ada sesuatu
yang kurasakan dari hal ini. Kecuali rasa pegal. Ya, hanya kelelahan yang
kurasa selama membuka lebar mulut ini. Tetapi mengapa mereka dapat melakukan
hal itu dengan lamanya dan berulang-ulang? Sepertinya hanya aku yang tak
mengerti.
Kubuka
mata ini kembali di waktu yang berbeda. Aku merasa ada yang aneh dengan kedua
telingaku. Sesuatu mengganjal di telingaku. Aneh. Oh, bukan hanya keanehan itu.
Aku juga melihat banyak orang. Tetapi kali ini dengan s-u-a-r-a. Mereka semua
menatapku. Menghampiriku. Mengajakku berbicara. Begitu banyak pertanyaan yang
mereka berikan padaku. Aku pun menjawabnya. Tapi tunggu, mimik muka mereka
terlihat jelas berbeda saat aku berbicara. Mulutnya sedikit terbuka, dengan
wajah kebingungan. Sepertinya mereka tidak mendengarkan jawabanku. Karena
mereka selalu mengajukan pertanyaan yang sama, sama, dan selalu sama.
Sepertinya mereka memang tidak mendengarkan aku berbicara. Atau mungkin, mereka
tidak memahami apa perkataanku?
Aku
lepas sesuatu yang mengganjal di telingaku ini. Aku pun bergegas memejamkan
mata ini. Dan, ya, akhirnya aku kembali ke dunia sepiku. Hening. Sunyi. Nyaman.
Dan tentunya disini tidak ada yang tidak memahami perkataanku. Karena
kakak-kakak cantik berbalut pakaian serba putih ini selalu mendengarkanku dan
mengajariku berbagai hal. Tidak seperti mereka.
Aku
nyaman disini. Di dunia sepiku.
Semarang,
1 November 2013
Anggaina
Elfandora C.